"Mahentungang"
GRUP & HALAMAN TERKAIT
Minggu, 13 Maret 2016
Sabtu, 19 Desember 2015
SELAMAT NATAL 2015
<a href="http://www.gambaranimasi.org/cat-natal-147.htm"><img src="http://www.gambaranimasi.org/data/media/147/animasi-bergerak-natal-0762.gif" border="0" alt="animasi-bergerak-natal-0762"/></a>
Minggu, 19 Juli 2015
Kamis, 12 Februari 2015
Sabtu, 04 Oktober 2014
KISAH NYATA: KETULUSAN CINTA LUAR BIASA SEORANG ANAK
Kisah nyata berikut datang dari negeri Eropa, tepatnya Irlandia Utara. Kisah ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama yang telah menjadi orang tua agar lebih mencintai dan menyayangi anak-anaknya apaun keadaannya.
Oh, Tuhan, ijinkan aku menceritakan hal ini.., sebelum ajal menjemputku...
20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnya lumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya nama Eric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agak terbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untuk dijadikan budak atau pelayan. Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannya juga. Ditahun kedua setelah Eric dilahirkan sayapun melahirkan kembali seorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Saya sangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknya pergike taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah...
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnya dengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya. Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahun kala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica, Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untuk membayar hutang. Setahun.., 2 tahun.., 5 tahun.., 10 tahun.. telah berlalu sejak kejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahan kami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yang semula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kami menyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yang ingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Sampai suatu malam... Malam dimana saya bermimpi tentang seorang anak... Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali... Ia melihat ke arah saya.
Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya? Saya lindu cekali pada mommy!"
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya, "Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"
"Nama saya Elic, Tante."
"Eric...? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric???"
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagai perasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga.
Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati..., mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskan ke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Ya Eric, mommy akan menjemputmu Eric...
Sore itu saya memarkir mobil Civic biru saya disamping sebuah gubuk, dan Brad dengan pandangan heran menatap saya dari samping.
"Mary, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yang telah saya lakukan dulu," tapi aku akan menceritakannya juga dengan terisak-isak...
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yang begitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar dari mobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapa gubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric...
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih saya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat dari bambu itu... Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apapun juga! Perlahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.
Namun saya tidak menemukan siapapun juga di dalamnya. Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya mengamatinya dengan seksama... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya...
Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sulit dilukiskan, sayapun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras. Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Brad mulai menaiki mobil untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang di belakang mobil kami. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor. Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.
"Heii...! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!"
Dengan memberanikan diri, sayapun bertanya, "Ibu, apa ibu kenal dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?"
Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu sungguh perempuan terkutuk!! Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, 'Mommy..., mommy!' Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya. Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."
Sayapun membaca tulisan di kertas itu...
"Mommy, mengapa Mommy tidak pernah kembali lagi...? Mommy marah sama Eric, ya? Mom, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Mommy harus berjanji kalau Mommy tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Mom..."
Saya menjerit histeris membaca surat itu. "Bu, tolong katakan.. katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan...!!!"
Brad memeluk tubuh saya yang bergetar keras.
"Nyonya, semua sudah terlambat (dengan nada lembut). Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana... Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari belakang gubuk ini... Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana. Nyonya,dosa anda tidak terampuni!"
Saya kemudian pingsan dan tidak ingat apa-apa lagi
Sabtu, 26 Juli 2014
ANGIN (Ongose, Timbowo = angin sepoi-sepoi)
Sebagaimana perhitungan arah mata angin menurut istilah bahasa Indonesia berjumlah 16 arah mata angin, demikian juga dalam perhitungan menurut bahasa daerah Sangihe lengkap dengan sebutan sasahara yakni bahasa simbol adat sangihe.
Ke 16 arah mata angin dituturkan sebagai berikut :
- Utara - Sawenahe = Mamenongkati
- Utara timur laut - Laesuiki sawenahe = Maempukang mamenongkati
- Timur laut - Laesuki = Maempukang
- Timur timur laut - Laesuiki daki = Maempukang marelo
- Timur - Maki = Marelo
- Timur tenggara - Mahaing daki = Maembekang marelo
- Tenggara - Mahaing = Maembekang
- Selatan tenggara - Mahaing timuhe = Maembekang matawola
- Selatan - Timuhe = Matawola Bulawa
- Selatan barat daya - Tahanging timuhe = Mandarangeng matawola
- Barat daya - Tahanging = Mandarangeng
- Barat barat daya - Tahanging bahe = Mandarangeng palang epa
- Barat - Bahe = Palang epa
- Barat barat laut - Poloeng bahe = Mapongaeng palang epa
- Barat laut - Poloeng = Mapongaeng
- Utara barat laut - Poloeng sawenahe = Mapongaeng mamenongkati
Ke 16 mata angin tersebut dipakai setiap saat tergantung musim angin mana yang mendominasi perubahan cuaca atau iklim. Namun ada 4 mata angin yang menurut adat, tradisi dan budaya dipakai karena ada hubungannya dengan ritus sosio kemasyarakatan dan seremonial spiritualitas masyarakat yang dikemas dalam acara upacara adatmengundang banua atau menahulending (mentahirkan daerah atau kampung).
Ke empat mata angin tersebut adalah Utara, Timur, Selatan dan Barat. Diyakini bahwa pada posisi arah mata angin ini berdiam kuasa yang mengendalikan hidup manusia, sehingga apapun yang diminta melalui permohonan doa, Tuhan mendatangkan berkah untuk kesejahteraan manusia, seperti tetanaman diberikan kesuburan, laut diberi hasil, dijauhkan dari wabah sakit penyakit.
Ke empat arah mata angin dalam penyebutan menurut tradisi ritus adalah :
- Utara - Sawenahe = Mamenongkati (bahasa ritus)
- Timur - Daki = Sebangeng (menunjuk arah matahari terbit)
- Selatan - Timuhe = Matawola (mata abu-abu, sulit mendayung)
- Barat - Bahe = Sedapeng (menunjuk arah matahari tenggelam)
Tuhan diyakini berdiam di empat mata angin sehingga dalam otoritasNya dapat menghembuskan kuasaNya kesemua penjuru dimana manusia tinggal. Karena itu penyebutan angin dalam bahasa sasahara adalah Ongose yakni angin yang setiap saat dapat dirasakan dimana manusia hidup. Sedangkan angin timbowo itu terjadi pada saat tertentu sesuai musim angin timur (daki).
Angin timbowo dimanfaatkan oleh pencinta bahari untuk mengembangkan layar ketika akan bepergian atau pulang dari laut.
Para kaum bahari begitu menikmati tiupan angin timbowo untuk mengantar dengan nyaman sampai dipantai tambatan perahu. Karena enaknya dinikmati tiupan angin timbowo sampai satwa Kus-kus terlena diatas pohon dan kadangkala jatuh ketanah, itulah enaknya tiupan angin timbowo (angin timur=daki).
Dalam perhitungan falak adat masyarakat Sangihe, ada 3 musim angin yang secara rutin bertiup setiap tahun yakni pada bulan Desember sampai Februari selalu bertiup angin Utara, pada bulan Juni sampai dengan september bertiup angin Selatan, sedangkan bulan Oktober sampai dengan Desember awal bertiup angin Barat. Pembagian secara adat alami ini menjadi rahasia kaum bahari untuk "berlayar".
Makassar, 26 Juli 2014
Sem Dolonseda
Dicopy paste dari buku "Sasahara", Penulis Pdt. Ambrosius Makasar, M.Th
halaman 72 - 75
Jumat, 25 Juli 2014
ARENG PAPOTO' PUIDE' (Pemberian nama dalam adat Sangihe)
Saat menanti kelahiran seorang anak, maka semua pihak keluarga akan berkumpul. Mereka berkumpul bukan hanya menunggu kelahiran anak itu tetapi secara informal mereka mengadakan percakapan/tukar pikiran dimana anak yang akan lahir itu akan dinamakan siapa.
Pemberian nama itu sudah mengandung doa, hikmat dan harapan agar melalui nama yang disandang dalam perkembangan petumbuhan jasmani dan rohani diharapkan anak itu dapat menterjemahkan arti dari namanya.
Tidak juga harus dipahami secara kontradiksi, bahwa nama seseorang dapat juga dipahami melalui aktivitas seluruh hidup yang dilakoninya.
Karena itu, nama merupakan identitas jati diri yang perlu dijaga dan dilestarikan, sebab "sekali nama itu jatuh, seumur hidup tidak dipercaya."
Secara adat, pemberian nama itu ditandai dengan simbol berpadanan dengan pemotongan tali pusat anak. Tali pusat anak dipotong dengan alat tradisional bernama sembilu terbuat dari kulit bambu yang tajam.
Semua aktivitas kelahiran terjadi disebuah kamar yang steril secara adat, dimana sang ibu yang melahirkan nanti bisa keluar dari kamar tersebut setelah 40 (empat puluh) hari.
Seorang perempuan bidan kampung, melalui panggilan kemanusiaan melayani sang ibu bersama anak dengan memberikan sentuhan-sentuhan medis, berupa menyediakan ramuan tradisional untuk pemulihan, memijat dengan memanasi badan melalui bara dalam tungku dikamar persalinan dan memandikan anak setiap hari swampai batas waktu 40 hari selesai.
Pemberian nama saat disimbolkan dengan pemotongan tali pusat anak, ditempatkan dalam perspektif falsafah norma kehidupan yang santun bagi perjalanan hidup anak ke masa depan.
Sumber : Buku Sasahara, Penulis Pdt. Ambrosius Makasar M.Th
halaman 82 - 83.
Makassar, 26 Juli 2014
Sem Dolonseda
SASAHARA KAMPUNG KULUHE (MAHENTUNGANG)
Oleh Sem Dolonseda pada 23 Juli 2014 pukul 22:27
Penyebutan nama sasahara Kampung Kuluhe adalah Mahentungang yang ada hubungannya dengan ceritera mitos perjalanan dari Gumansalangi dan Sangiang Konda menjadi raja pertama kerajaan Sangihe Tampungang Lawo mengendarai seekor ular dari Filipina Selatan.
Dalam pengembaraan menelusuri wilayah utara sebelum sampai di Sangihe, mereka berdua singgah di kampung Kulu daerah Likupang Minahasa Utara.
Saat mereka melanjutkan perjalanan, Gumansalangi mengambil sebuah batu kecil berbentuk kerikil disimpan disaku bajunya, ketika bunyi guntur dan kilat menyambar, mereka berhenti tepat diatas puncak gunung Sahendarumang.
Dengan peristiwa tersebut mengubah nama Gumansalangi menjadi Kasili Medelu dan Sangiang Konda menjadi Sangiang Mekila.
Setelah peristiwa tersebut sudah reda, Gumansalangi melempar batu kerikil dengan ucapan "Kereu batu ini tumena, tampa ene iseba Kuluhe Mahentungang". artinya " Kalau batu ini dilempar sampai disuatu tempat, maka tempat itu disebut Kulur muncul kepermukaan".
Dari penuturan ceritera ini, maka masyarakat Kuluhe dapat menemukan identitas kesejarahannya dengan menetapkan tanggal 14 Februari 1290 merupakan hari berdirinya Kampung Kuluhe si Mahentungang.
Bulan Februari adalah bulan yang ditandai dengan musim penghujan dimana mengingatkan pada peristiwa guntur dan kilat sambar menyambar ketika Gumansalangi bersama Sangiang Konda tiba di Sangihe.
Itu berarti kampung Kuluhe merupakan salah satu kampung usia tua di daerah Kepulauan Sangihe yakni sebelum Kerajaan Tampungang Lawo terbentuk tahun 1300 - 1350.
Itulah sekilas penuturan Kampung Kuluhe merujuk pada identitas penyebutan nama sasahara yakni Mahentungang menjadi pemicu semangat masyarakat Kuluhe yang semangatnya tidak pernah surut tenggelam, tetapi selalu muncul kepermukaan perjuangan meniti masa depan bagi generasi mendatang. .
Sumber : buku Sasahara, Penulis Pdt. Ambrosius Makasar, M.Th
Makassar, 23 Juli 2014
Sem Dolonseda
Dalam pengembaraan menelusuri wilayah utara sebelum sampai di Sangihe, mereka berdua singgah di kampung Kulu daerah Likupang Minahasa Utara.
Saat mereka melanjutkan perjalanan, Gumansalangi mengambil sebuah batu kecil berbentuk kerikil disimpan disaku bajunya, ketika bunyi guntur dan kilat menyambar, mereka berhenti tepat diatas puncak gunung Sahendarumang.
Dengan peristiwa tersebut mengubah nama Gumansalangi menjadi Kasili Medelu dan Sangiang Konda menjadi Sangiang Mekila.
Setelah peristiwa tersebut sudah reda, Gumansalangi melempar batu kerikil dengan ucapan "Kereu batu ini tumena, tampa ene iseba Kuluhe Mahentungang". artinya " Kalau batu ini dilempar sampai disuatu tempat, maka tempat itu disebut Kulur muncul kepermukaan".
Dari penuturan ceritera ini, maka masyarakat Kuluhe dapat menemukan identitas kesejarahannya dengan menetapkan tanggal 14 Februari 1290 merupakan hari berdirinya Kampung Kuluhe si Mahentungang.
Bulan Februari adalah bulan yang ditandai dengan musim penghujan dimana mengingatkan pada peristiwa guntur dan kilat sambar menyambar ketika Gumansalangi bersama Sangiang Konda tiba di Sangihe.
Itu berarti kampung Kuluhe merupakan salah satu kampung usia tua di daerah Kepulauan Sangihe yakni sebelum Kerajaan Tampungang Lawo terbentuk tahun 1300 - 1350.
Itulah sekilas penuturan Kampung Kuluhe merujuk pada identitas penyebutan nama sasahara yakni Mahentungang menjadi pemicu semangat masyarakat Kuluhe yang semangatnya tidak pernah surut tenggelam, tetapi selalu muncul kepermukaan perjuangan meniti masa depan bagi generasi mendatang. .
Sumber : buku Sasahara, Penulis Pdt. Ambrosius Makasar, M.Th
Makassar, 23 Juli 2014
Sem Dolonseda
Langganan:
Postingan (Atom)