Sebagaimana perhitungan arah mata angin menurut istilah bahasa Indonesia berjumlah 16 arah mata angin, demikian juga dalam perhitungan menurut bahasa daerah Sangihe lengkap dengan sebutan sasahara yakni bahasa simbol adat sangihe.
Ke 16 arah mata angin dituturkan sebagai berikut :
- Utara - Sawenahe = Mamenongkati
- Utara timur laut - Laesuiki sawenahe = Maempukang mamenongkati
- Timur laut - Laesuki = Maempukang
- Timur timur laut - Laesuiki daki = Maempukang marelo
- Timur - Maki = Marelo
- Timur tenggara - Mahaing daki = Maembekang marelo
- Tenggara - Mahaing = Maembekang
- Selatan tenggara - Mahaing timuhe = Maembekang matawola
- Selatan - Timuhe = Matawola Bulawa
- Selatan barat daya - Tahanging timuhe = Mandarangeng matawola
- Barat daya - Tahanging = Mandarangeng
- Barat barat daya - Tahanging bahe = Mandarangeng palang epa
- Barat - Bahe = Palang epa
- Barat barat laut - Poloeng bahe = Mapongaeng palang epa
- Barat laut - Poloeng = Mapongaeng
- Utara barat laut - Poloeng sawenahe = Mapongaeng mamenongkati
Ke 16 mata angin tersebut dipakai setiap saat tergantung musim angin mana yang mendominasi perubahan cuaca atau iklim. Namun ada 4 mata angin yang menurut adat, tradisi dan budaya dipakai karena ada hubungannya dengan ritus sosio kemasyarakatan dan seremonial spiritualitas masyarakat yang dikemas dalam acara upacara adatmengundang banua atau menahulending (mentahirkan daerah atau kampung).
Ke empat mata angin tersebut adalah Utara, Timur, Selatan dan Barat. Diyakini bahwa pada posisi arah mata angin ini berdiam kuasa yang mengendalikan hidup manusia, sehingga apapun yang diminta melalui permohonan doa, Tuhan mendatangkan berkah untuk kesejahteraan manusia, seperti tetanaman diberikan kesuburan, laut diberi hasil, dijauhkan dari wabah sakit penyakit.
Ke empat arah mata angin dalam penyebutan menurut tradisi ritus adalah :
- Utara - Sawenahe = Mamenongkati (bahasa ritus)
- Timur - Daki = Sebangeng (menunjuk arah matahari terbit)
- Selatan - Timuhe = Matawola (mata abu-abu, sulit mendayung)
- Barat - Bahe = Sedapeng (menunjuk arah matahari tenggelam)
Tuhan diyakini berdiam di empat mata angin sehingga dalam otoritasNya dapat menghembuskan kuasaNya kesemua penjuru dimana manusia tinggal. Karena itu penyebutan angin dalam bahasa sasahara adalah Ongose yakni angin yang setiap saat dapat dirasakan dimana manusia hidup. Sedangkan angin timbowo itu terjadi pada saat tertentu sesuai musim angin timur (daki).
Angin timbowo dimanfaatkan oleh pencinta bahari untuk mengembangkan layar ketika akan bepergian atau pulang dari laut.
Para kaum bahari begitu menikmati tiupan angin timbowo untuk mengantar dengan nyaman sampai dipantai tambatan perahu. Karena enaknya dinikmati tiupan angin timbowo sampai satwa Kus-kus terlena diatas pohon dan kadangkala jatuh ketanah, itulah enaknya tiupan angin timbowo (angin timur=daki).
Dalam perhitungan falak adat masyarakat Sangihe, ada 3 musim angin yang secara rutin bertiup setiap tahun yakni pada bulan Desember sampai Februari selalu bertiup angin Utara, pada bulan Juni sampai dengan september bertiup angin Selatan, sedangkan bulan Oktober sampai dengan Desember awal bertiup angin Barat. Pembagian secara adat alami ini menjadi rahasia kaum bahari untuk "berlayar".
Makassar, 26 Juli 2014
Sem Dolonseda
Dicopy paste dari buku "Sasahara", Penulis Pdt. Ambrosius Makasar, M.Th
halaman 72 - 75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar