Oleh Sem Dolonseda pada 23 Juli 2014 pukul 22:27
Penyebutan nama sasahara Kampung Kuluhe adalah Mahentungang yang ada hubungannya dengan ceritera mitos perjalanan dari Gumansalangi dan Sangiang Konda menjadi raja pertama kerajaan Sangihe Tampungang Lawo mengendarai seekor ular dari Filipina Selatan.
Dalam pengembaraan menelusuri wilayah utara sebelum sampai di Sangihe, mereka berdua singgah di kampung Kulu daerah Likupang Minahasa Utara.
Saat mereka melanjutkan perjalanan, Gumansalangi mengambil sebuah batu kecil berbentuk kerikil disimpan disaku bajunya, ketika bunyi guntur dan kilat menyambar, mereka berhenti tepat diatas puncak gunung Sahendarumang.
Dengan peristiwa tersebut mengubah nama Gumansalangi menjadi Kasili Medelu dan Sangiang Konda menjadi Sangiang Mekila.
Setelah peristiwa tersebut sudah reda, Gumansalangi melempar batu kerikil dengan ucapan "Kereu batu ini tumena, tampa ene iseba Kuluhe Mahentungang". artinya " Kalau batu ini dilempar sampai disuatu tempat, maka tempat itu disebut Kulur muncul kepermukaan".
Dari penuturan ceritera ini, maka masyarakat Kuluhe dapat menemukan identitas kesejarahannya dengan menetapkan tanggal 14 Februari 1290 merupakan hari berdirinya Kampung Kuluhe si Mahentungang.
Bulan Februari adalah bulan yang ditandai dengan musim penghujan dimana mengingatkan pada peristiwa guntur dan kilat sambar menyambar ketika Gumansalangi bersama Sangiang Konda tiba di Sangihe.
Itu berarti kampung Kuluhe merupakan salah satu kampung usia tua di daerah Kepulauan Sangihe yakni sebelum Kerajaan Tampungang Lawo terbentuk tahun 1300 - 1350.
Itulah sekilas penuturan Kampung Kuluhe merujuk pada identitas penyebutan nama sasahara yakni Mahentungang menjadi pemicu semangat masyarakat Kuluhe yang semangatnya tidak pernah surut tenggelam, tetapi selalu muncul kepermukaan perjuangan meniti masa depan bagi generasi mendatang. .
Sumber : buku Sasahara, Penulis Pdt. Ambrosius Makasar, M.Th
Makassar, 23 Juli 2014
Sem Dolonseda
Dalam pengembaraan menelusuri wilayah utara sebelum sampai di Sangihe, mereka berdua singgah di kampung Kulu daerah Likupang Minahasa Utara.
Saat mereka melanjutkan perjalanan, Gumansalangi mengambil sebuah batu kecil berbentuk kerikil disimpan disaku bajunya, ketika bunyi guntur dan kilat menyambar, mereka berhenti tepat diatas puncak gunung Sahendarumang.
Dengan peristiwa tersebut mengubah nama Gumansalangi menjadi Kasili Medelu dan Sangiang Konda menjadi Sangiang Mekila.
Setelah peristiwa tersebut sudah reda, Gumansalangi melempar batu kerikil dengan ucapan "Kereu batu ini tumena, tampa ene iseba Kuluhe Mahentungang". artinya " Kalau batu ini dilempar sampai disuatu tempat, maka tempat itu disebut Kulur muncul kepermukaan".
Dari penuturan ceritera ini, maka masyarakat Kuluhe dapat menemukan identitas kesejarahannya dengan menetapkan tanggal 14 Februari 1290 merupakan hari berdirinya Kampung Kuluhe si Mahentungang.
Bulan Februari adalah bulan yang ditandai dengan musim penghujan dimana mengingatkan pada peristiwa guntur dan kilat sambar menyambar ketika Gumansalangi bersama Sangiang Konda tiba di Sangihe.
Itu berarti kampung Kuluhe merupakan salah satu kampung usia tua di daerah Kepulauan Sangihe yakni sebelum Kerajaan Tampungang Lawo terbentuk tahun 1300 - 1350.
Itulah sekilas penuturan Kampung Kuluhe merujuk pada identitas penyebutan nama sasahara yakni Mahentungang menjadi pemicu semangat masyarakat Kuluhe yang semangatnya tidak pernah surut tenggelam, tetapi selalu muncul kepermukaan perjuangan meniti masa depan bagi generasi mendatang. .
Sumber : buku Sasahara, Penulis Pdt. Ambrosius Makasar, M.Th
Makassar, 23 Juli 2014
Sem Dolonseda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar